sponsor 21

sejarah Peradaban suku MINANGKABAU

ASAL -  USUL 
Asal usul nama Minangkabau cukup beragam, tapi umumnya beranggapan nama itu timbul setelah mereka menang adu kerbau dengan pendatang yang lebih kuat. Kata Minangkabau bisa berasal dari manang kabau (menang kerbau), bisa pula dari kata minang kabau (sejenis senjata tajam yang dipasang pada kepala kerbau). Ada pula yang membantah bahwa asal nama itu bukan dari adu kerbau, tapi sudah ada sejak dulu. Yang jelas bangunan rumah adat Minangkabau memang mencirikan tanduk kerbau dan hewan ini banyak dipelihara untuk membajak di sawah dan untuk kurban upacara adat. Akan tetapi suku bangsa ini lebih suka menyebut daerah mereka Ranah Minang (tanah Minang) bukan Ranah Kabau (Tanah kerbau). Sementara itu dalam pergaulan antar suku bangsa orang Minangkabau dengan sesamanya menyebut diri Urang Awak (Orang kita).

BAHASA MINANGKABAU

Bahasa Minangkabau termasuk ke dalam rumpun bahasa Melayu Austronesia dengan aturan tata bahasa yang amat dekat dengan bahasa Indonesia, karena itu dekat pula dengan bahasa Melayu Lama yang mendasari bahasa Indonesia. Kata-kata Indonesia dalam bahasa Minangkabau hanya mengalami sedikit perubahan bunyi, seperti tiga menjadi tigo, lurus menjadi luruih, bulat menjadi bulek, empat menjadi ampek dan sebagainya.

AGAMA DAN KEPERCAYAAN

Pada masa sekarang boleh dikatakan seluruh orang Minangkabau telah memeluk agama Islam, akan tetapi sisa-sisa kepercayaan lama yang animistis dan dinamistis masih bisa ditemui dibeberapa tempat. Sebagian masih percaya kepada tempat atau benda-benda tertentu sebagai keramat (dihuni oleh roh tertentu), percaya kepada adanya hantu, kuntianak, sijundai, orang bunian (orang halus) dan lain-lain.

KESENIAN

Kesenian Minangkabau amat banyak mengambil gagasan dari lingkungan alamnya. Mereka mengembangkan motif-motif ukiran di rumah gadang dari bentuk tumbuh-tumbuhan. Motif binatang dan manusia hampir tidak ada atau tidak ditemukan lagi, mungkin karena terpengaruh kebudayaan Islam. Seni tarinya juga mengambil gagasan dari dinamika alam sekitar yang juga mempengaruhi seni bela dirinya (silat). Seni tari dan silat ini banyak mengandung unsur magis dan gerakan akrobatik. Mereka mengembangkan suatu teater rakyat yang disebut randai dan tarian yang mempertontonkan kekebalan (dabus). Seni musiknya cukup beragam, seperti dendang, dikia (zikir), indang, salawat, berzanji dan ratok. Alat musik tradisionalnya juga banyak diambil dari alam, seperti saluang (bambu tiup), bansi (seruling bambu), pupuik (seruling dari batang padi dan daun enau), rebana, gendang, adok, doal dan sebagainya.

MATA PENCAHARIAN

Mata pencaharian utama orang Minangkabau adalah bertanam padi di sawah berteras-teras dengan sistem irigasi tradisional atau dengan sistem tadah hujan. Sebagian ada pula yang bertanam padi di ladang. Tanaman pertanian lain adalah sayur-sayuran, kopi, cengkeh, kulit manis, kelapa, buah-buahan dan sebagainya. Sebagian bekerja menangkap ikan di sungai dan laut atau beternak bermacam-macam hewan. Pada masa sekarang Orang Minangkabau banyak yang menjadi pedagang, pegawai dan ahli berbagai bidang. Jumlah populasinya sulit dihitung, karena banyak tersebar di berbagai daerah di Indonesia. Tapi paling tidak ada sekitar 6 juta jiwa.

MASYARAKAT SUKU MINANGKABAU

Kelompok kekerabatan paling kecil dalam masyarakat Minangkabau disebut saparinduan (satu ibu), tapi dulu tidak jelas batasnya. Pertama karena menganut faham matrilineal dalam berkeluarga, dimana peranan ayah dalam rumah tangganya amat kecil, sebaliknya disini saudara laki-laki istrinyalah yang lebih banyak berperan. Suami dalam lingkungan rumah istrinya disebut sumando, dalam lingkungan rumah ibunya ia disebut tungganai, yaitu orang yang bertanggung jawab untuk saudara perempuan dan kemenakannya. Kedua karena keluarga intinya bergabung dengan keluarga senior pihak istrinya, bersama-sama tinggal di rumah gadang (rumah komunal). Dalam masyarakat Minangkabau dulu keluarga luas lebih populer.

Dalam sistem perkawinan orang Minang yang bersifat eksogami suku pihak pemberi lelaki (sumando) bagi seorang anak disebut bako, sedangkan pihak penerima lelaki (karena orang Minang menganut adat menetap sesudah kawin yang matrilokal) disebut anak pisang. Ikatan kekerabatan secara adat antara pihak bako dan anak pisang ini disebut pasumandan. Walaupun gelar-gelar adat kepenghuluan diwariskan dari mamak (saudara lelaki ibu) kepada kemanakan (ego lelaki) akan tetapi ada juga gelar yang diberikan oleh pihak bako (pihak ayah), terutama gelar-gelar untuk seorang lelaki yang bukan penghulu atau datuk, yaitu gelar sutan. Memang sudah menjadi adat bagi orang Minang untuk mengganti nama kecil seorang pemuda dengan sebuah gelar dari pihak bako ketika ia dewasa atau sudah menikah. Gelar sutan ini menunjukkan bahwa seorang pemuda telah diterima satu tahap di lingkungan pergaulan adat masyarakat nagarinya. Biasanya gelar sutan itu dilengkapi pula, misalnya menjadi Sutan Pamenan, Sutan Tanbijo, Sutam Alamsyah dan sebagainya.

Keluarga luas orang Minang yang terbatas berdasarkan keturunan perempuan itu disebut paruik atau saparuik (satu perut), sering juga disebut kaum gabungan dari beberapa paruik yang merasa berasal dari cikal bakal yang sama disebut suku, karena itu ada larangan untuk mencari pasangan kawin di dalam suku yang sama. Prinsip keturunan seperti di atas bukan berarti menyebabkan peranan laki-laki menjadi kecil, sebaliknya ia berarti oleh peran sebagai tungganai di rumah ibunya, dan sebagai sumando di rumah istrinya. Untuk itu laki-laki Minangkabau diberi kekuasaan memelihara dan mengatur harta pusaka dan berhak mewarisi gelar keturunan dari mamak. Laki-laki yang terpilih sebagai penghulu (kepala kaum/suku) berhal memakai gelar Datuk.

Istilah suku pada masyarakat ini tidak sama dengan suku bangsa. Suku lebih setara dengan marga pada orang Batak, hanya bedanya suku ditarik menurut garis keturunan matrilineal. Ada empat buah suku yang dianggap mula-mula ada, yaitu Bodi, Caniago, Koto, dan Piliang. Kemudian berkembang menjadi suku-suku baru seperti Malayu, Jambak, Kotoanyia, Payobada, Kurai, Bendang, Sikumbang, Mandailing dan lain-lain.

Kesatuan hidup setempat di lingkungan Ranah Minang ini adalah nagari. Pada zaman dulu setiap nagari mempunyai kekuasaan otonomi sendiri-sendiri, yang mengatur adalah musyawarah para penghulu suku. Secara demokratis mereka akan memilih seorang kapalo nagari (kepala desa), pada zaman Belanda diubah namanya menjadi wali nagari. Setiap nagari terdiri atas beberapa buah kampuang (kampung) yang biasanya dihuni oleh satu suku tertentu.

Perbedaan kelas sosial yang tajam dalam masyarakat ini boleh dikatakan tidak ada. Hanya nampak sedikit pada tingkat kepemimpinan, karena selain penghulu kaum, di atasnya ada penghulu suku. Lalu di tingkat nagari ada penghulu andiko (penghulu utama). Keputusan-keputusan adat biasanya dibuat oleh para penghulu ini, tapi biasanya mereka harus mendapat dukungan dari tungku tigo sajarangan (tungku tiga sejerangan), yaitu kelompok penasehat yang terdiri atas ninik mamak (orang tua-tua bijaksana), cadiak pandai (orang pintar) dan alim ulama. Pada masa sekarang sistem kepemimpinan adat seperti itu sudah didesak oleh sistem pemerintahan nasional.
sejarah Peradaban suku MINANGKABAU sejarah Peradaban suku MINANGKABAU Reviewed by ces on 3:03:00 AM Rating: 5

Tidak ada komentar:

sponsor2

Diberdayakan oleh Blogger.