Inspirasi Perjuangan Malala,
Sang Pejuang Anak Dari Pakistan
[Malala Yousafzai (guardian.co.uk) (Foto:T Mughal/EPA)]
Malala Yousafzai (guardian.co.uk) (Foto:T Mughal/EPA)
Minggu lalu publik Indonesia dikejutkan dengan berita dari Pakistan, tentang seorang anak perempuan berusia 14 tahun, Malala Yousafzai, yang terpaksa dilarikan ke rumah sakit karena ditembak oleh kelompok Taliban. Penembakan tersebut tak lepas dari aktivitas Malala yang sejak berusia 11 tahun memperjuangkan kesetaraan nasib anak perempuan di Pakistan terutama di bidang pendidikan, yang mendapat tentangan dari kelompok Taliban, yang merupakan kelompok agama Islam di Pakistan yang beraliran radikal dan sering memaksakan pandangannya melalui kekerasan. Malala memberikan pencerahan lewat tulisan-tulisannya di blog BBC yang melayani bahasa Urdu.
Tulisan-tulisannya berbentuk diary menggambarkan perlakuan kelompok Taliban yang memaksakan hukum Islam di kampung halamannya. Karena keberaniannya, pada tahun 2011, pemerintah Pakistan memberikan hadiah perdamaian nasional sebesar $10, 500 (kurang lebih 100 juta rupiah). Ia pun dinamakan sebagai pemenang International Children’s Peace Prize yang diberikan pemerintah Belanda tahun lalu.
Kasus Malala ini penting diangkat karena apa yang dilakukan Malala pada dasarnya merupakan perwujudan pemenuhan hak anak, terutama hak untuk mendapatkan perlindungan dari tindak kekerasan dan diskriminasi serta hak untuk menyampaikan pandangannya, yang diatur dalam Konvensi Hak Anak (KHA). Apa yang dilakukan oleh Malala sebenarnya sudah banyak dilakukan juga oleh anak-anak Indonesia. Namun, nilai lebihnya adalah Malala berani mengambil resiko perjuangan berupa ancaman terhadap keselamatannya. Selain itu, apa yang dialami Malala tak menutup kemungkinan juga bisa terjadi di Indonesia, karena pelanggaran hak anak juga banyak terdapat di Indonesia, khususnya kekerasan terhadap anak dan pemaksaan pandangan orang dewasa terhadap anak-anak. Bahkan tak jarang pelanggaran hak anak juga dilakukan oleh pemerintah sendiri melalui kebijakan maupun perlakuan dari pejabat pemerintah sendiri.
Menyimak kasus Malala ini terdapat sejumlah rekomendasi yang bisa diberikan. Pertama, pelanggaran terhadap hak-hak anak dari pihak manapun harus segera dihentikan. Upaya ini juga harus dibarengi dengan sosialisasi yang intensif dan ekstensif tentang hak-hak anak, karena tak jarang yang terjadi adalah pelanggaran tersebut dilatarbelakangi oleh ketidaktahuan tentang hak-hak anak. Penegakan hukum terhadap para pelanggar hak anak juga harus dilakukan.
Kedua, keberanian Malala menyampaikan pandangannya sebagai perwujudan dari haknya, hendaknya juga bisa diapresiasi pemerintah Indonesia melalui upaya-upaya yang lebih konkrit yang bisa mendorong anak-anak Indonesia menyampaikan pandangannya tentang berbagai masalah yang dihadapi mereka. Selain dengan penyelenggaraan seleksi Tunas Muda Pemimpin Indonesia oleh Kementerian PPPA, keberadaan forum-forum anak harus selalu didorong dan dikembangkan hingga tingkat komunitas. Pelibatan kelompok anak dalam penyusunan kebijakan atau rencana pembangunan di semua tingkat harus dilakukan.
Ketiga, tentang ketokohan dari seorang anak di mata publik, yang selama ini lebih dikaitkan dengan popularitas di bidang hiburan dan olah raga, akan lebih bermakna jika ketokohan tersebut dikaitkan dengan segi perjuangannya dalam membela nasib anak-anak yang tertindas hak-haknya. Sehingga anak-anak Indonesia tidak hanya mengenal Justin Beiber saja, tapi juga bisa mengidolakan seorang Malala Yousafzai.
Semoga perjuangan Malala dalam memperjuangkan hak-hak anak di negaranya bisa menginspirasi tidak hanya anak-anak Indonesia tetapi juga siapa saja yang mempunyai kepedulian dalam pemenuhan hak-hak anak di Indonesia.
(Setiadi Agus Anggrahito – Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia)
Tulisan-tulisannya berbentuk diary menggambarkan perlakuan kelompok Taliban yang memaksakan hukum Islam di kampung halamannya. Karena keberaniannya, pada tahun 2011, pemerintah Pakistan memberikan hadiah perdamaian nasional sebesar $10, 500 (kurang lebih 100 juta rupiah). Ia pun dinamakan sebagai pemenang International Children’s Peace Prize yang diberikan pemerintah Belanda tahun lalu.
Kasus Malala ini penting diangkat karena apa yang dilakukan Malala pada dasarnya merupakan perwujudan pemenuhan hak anak, terutama hak untuk mendapatkan perlindungan dari tindak kekerasan dan diskriminasi serta hak untuk menyampaikan pandangannya, yang diatur dalam Konvensi Hak Anak (KHA). Apa yang dilakukan oleh Malala sebenarnya sudah banyak dilakukan juga oleh anak-anak Indonesia. Namun, nilai lebihnya adalah Malala berani mengambil resiko perjuangan berupa ancaman terhadap keselamatannya. Selain itu, apa yang dialami Malala tak menutup kemungkinan juga bisa terjadi di Indonesia, karena pelanggaran hak anak juga banyak terdapat di Indonesia, khususnya kekerasan terhadap anak dan pemaksaan pandangan orang dewasa terhadap anak-anak. Bahkan tak jarang pelanggaran hak anak juga dilakukan oleh pemerintah sendiri melalui kebijakan maupun perlakuan dari pejabat pemerintah sendiri.
Menyimak kasus Malala ini terdapat sejumlah rekomendasi yang bisa diberikan. Pertama, pelanggaran terhadap hak-hak anak dari pihak manapun harus segera dihentikan. Upaya ini juga harus dibarengi dengan sosialisasi yang intensif dan ekstensif tentang hak-hak anak, karena tak jarang yang terjadi adalah pelanggaran tersebut dilatarbelakangi oleh ketidaktahuan tentang hak-hak anak. Penegakan hukum terhadap para pelanggar hak anak juga harus dilakukan.
Kedua, keberanian Malala menyampaikan pandangannya sebagai perwujudan dari haknya, hendaknya juga bisa diapresiasi pemerintah Indonesia melalui upaya-upaya yang lebih konkrit yang bisa mendorong anak-anak Indonesia menyampaikan pandangannya tentang berbagai masalah yang dihadapi mereka. Selain dengan penyelenggaraan seleksi Tunas Muda Pemimpin Indonesia oleh Kementerian PPPA, keberadaan forum-forum anak harus selalu didorong dan dikembangkan hingga tingkat komunitas. Pelibatan kelompok anak dalam penyusunan kebijakan atau rencana pembangunan di semua tingkat harus dilakukan.
Ketiga, tentang ketokohan dari seorang anak di mata publik, yang selama ini lebih dikaitkan dengan popularitas di bidang hiburan dan olah raga, akan lebih bermakna jika ketokohan tersebut dikaitkan dengan segi perjuangannya dalam membela nasib anak-anak yang tertindas hak-haknya. Sehingga anak-anak Indonesia tidak hanya mengenal Justin Beiber saja, tapi juga bisa mengidolakan seorang Malala Yousafzai.
Semoga perjuangan Malala dalam memperjuangkan hak-hak anak di negaranya bisa menginspirasi tidak hanya anak-anak Indonesia tetapi juga siapa saja yang mempunyai kepedulian dalam pemenuhan hak-hak anak di Indonesia.
(Setiadi Agus Anggrahito – Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia)
Malala Inspirasi Perjuangan , Sang Pejuang Anak Dari Pakistan
Reviewed by ces
on
2:30:00 PM
Rating:
Tidak ada komentar: